![]() |
Pengertian Supervisi Pendidikan, Supervisi Manajerial, Prinsip-Prinsip, Metode dan Teknik Supervisi Manajerial |
Pengertian Supervisi Pendidikan
Istilah supervisi dari menurut 2 kata, yaitu ?Super? & ?Vision?. Dalam Webster?S New World Dictionary istilah super berarti ?Higher in rank or position than, superior to (superintendent), a greater or better than others? (1991:1343) sedangkan kata vision berarti ?The ability to perceive something not actually visible, as through mental acuteness or keen foresight (1991:1492).
Supervisor adalah seorang yang profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkat- kan mutu pendidikan. Untuk melakukan supervise diperlukan kelebihan yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan mata biasa. Ia membina pening- katan mutu akademik melalui penciptaan situasi belajar yang lebih baik, baik dalam hal fisik maupun lingkungan non fisik.
Perumusan atau pengertian pengawasan bisa dijelaskan dari berbagai sudut, baik dari asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya, juga isi yang terkandung pada pada perkataanya itu (semantic). Secara etimologis, supervisi dari S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yg dikutip oleh Ametembun (1993:1) : ?Supervisi dialih bahasakan menurut perkataan inggris ?Supervision? Ialah pengawasan.
Pengertian supervisi secara etimologis masih dari Ametembun (1993:dua), mengungkapkan bahwa dipandang menurut bentuk perkataannya, supervisi terdiri berdasarkan 2 butir kata super vision : Super = atas, lebih, Vision = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung menurut pengertian tersebut, bahwa seseorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih menurut orang yang disupervisi, tugasnya merupakan melihat, memeriksa atau mengawasi orang-orang yang disupervisi.
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan memberikan kese-pakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni, 1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula dalam tulisan Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika (Association for Supervision and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai berikut: Almost all writers agree that the primary focus in educational supervision is-and should be-the improvement of teaching and learning. The term instructional supervision is widely used in the literature of embody all effort to those ends. Some writers use the term instructional supervision synonymously with general supervision.
Supervisi yg lakukan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu mempunyai misi yang tidak sama menggunakan pengawasan sang ketua sekolah. Dalam hal ini supervisi lebih ditujukan buat memberikan pelayanan pada kepala sekolah dalam melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif & efisien dan membuatkan mutu kelembagaan pendidikan.
Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka supervisi sang pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya berupa pengamatan secara intensif terhadap proses pembelajaran pada lembaga pendidikan, lalu ditindak lanjuti menggunakan anugerah feed back. (Razik, 1995: 559). Hal ini sejalan juga menggunakan pandangan L Drake (1980: 278) yg menyebutkan bahwa pengawasan adalah suatu kata yg canggih, karena hal ini mempunyai arti yg luas, yakni identik dengan proses mana-jemen, administrasi, penilaian & akuntabilitas atau banyak sekali aktivi- tas serta kreatifitas yg herbi pengelolaan kelembagaan dalam lingkungan kelembagaan setingkat sekolah.
Rifa?I (1992: 20) merumuskan kata pengawasan merupakan penga- wasan profesional, karena hal ini di samping bersifat lebih spesifik juga melakukan pengamatan terhadap aktivitas akademik yg mendasarkan pada kemampuan ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan manajemen biasa, namun lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang demokratis & humanistik sang para pengawas pendidikan.
Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua aspek, yakni: supervisi akademis, dansupervisi manajerial. Supervisi akademis menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Oliva (1984: 19-20) mengungkapkan ada empat macam peran seorang pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator, consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus sanggup mengkoordinasikan programs, goups, materials, and reports yang berkaitan dengan sekolah dan para guru. Supervisor juga harus sanggup berperan menjadi konsultan dalam manajemen sekolah, pengembangan kurikulum, teknologi pembelajaran, & pengembangan staf. Ia wajib melayani ketua sekolah dan guru, baik secara gerombolan juga indivi- dual. Ada kalanya supervisor wajib berperan sebagai pemimpin gerombolan , pada rendezvous-rendezvous yang berkaitan dengan pengem- bangan kurikulum, pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum.
Gregorio (1966) mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi, yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Pertama, Fungsi inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari kea- daan dan kondisi sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian.
Kedua, Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari konflik yg berafiliasi sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan mekanisme ilmiah, yakni merumuskan perkara yg akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu konklusi atas apa yg berkembang pada menyusun taktik keluar menurut perseteruan diatas.
Ketiga, Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group conference, serta kunjungan supervisi.
Keempat, Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai bisnis buat mendorong pengajar baik secara perorangan maupun grup agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan dilakukan menggunakan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan & merangsang buat melakukan percobaan, dan membantu menerapkan sebuah mekanisme mengajar yg baru.
Kelima, Fungsi evaluasi adalah buat mengukur tingkat kemajuan yg diinginkan, seberapa akbar sudah dicapai dan penilaian ini dilakukan menggunakan beragai cara misalnya test, penetapan baku, evaluasi kemajuan belajar murid, melihat perkembangan hasil evaluasi sekolah dan mekanisme lain yg berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
1. Pengertian Supervisi Manajerial
Sebagimana dijelaskan di muka, supervisi merupakan kegiatan professional yang dilakukan oleh pengawas sekolah dalam rangka membantu kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan pada dua aspek yakni: manajerial dan akademik. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Dalam Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009: 20) dinyatakan bahwa Supervisi Manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan Sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas Sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan ompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan sumberdaya lainnya. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas Sekolah/madrasah berperan sebagai: (1) kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen Sekolah, (2) asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi Sekolah, (3) pusat informasi pengembangan mutu Sekolah, dan (4) evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan.
Esensi supervisi manajerial adalah pemantauan dan pembinaan terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah. Dengan demikian fokus supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan bidang garapan manajemen sekolah, yang antara lain meliputi: (a) manajemen kurikulum dan pembelajaran, (b) kesiswaan, (c) sarana dan prasarana, (d) ketenagaan, (e) keuangan, (f) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (g) layanan khusus.
Dalam melakukan pengawasan terhadap hal-hal pada atas, pengawas sekaligus jua dituntut melakukan pematauan terhadap pelaksanaan standar nasional pendidikan yang mencakup delapan komponen, yaitu: (a) standar isi, (b) baku kompetensi lulusan, (c) standar proses, (d) tandar pendidik dan tenaga kependidikan, (e) baku sarana dan prasarana, (f) standar pengelolaan, (g) standar pembiayaan, dan (h) baku evaluasi. Tujuan pengawasan terhadap kedelapan aspek tadi merupakan agar sekolah terakreditasi menggunakan baik dan dapat memenuhi baku nasional pendidikan.
Salah satu fokus penting lainnya dalam dalam supervisi manajerial oleh pengawas terhadap sekolah, adalah berkaitan pengelolaan atau manaje- men sekolah. Sebagaimana diketahui dalam dasa warsa terakhir telah dikem- bangkan wacana manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai bentuk paradigma baru pengelolaan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberi- kan otonomi kepada pihak sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat (Sudarwan Danim, 2006: 4) Pengawas dituntut dapat menjelaskan sekaligus mengintroduksi model inovasi manajemen ini sesuai dengan konteks sosial budaya serta kondisi internal masing-masing sekolah.
2. Prinsip-Prinsip, Metode dan Teknik Supervisi Manajerial
1). Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial
Prinsip-prinsip supervisi manajerial pada hakikatnya tidak berbeda dengan supervisi akademik, yaitu:
a. Wajib menjauhkan diri menurut sifat otoriter, misalnya ia bertindak menjadi atasan & ketua Sekolah/guru sebagai bawahan.
b. Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal (Dodd, 1972).
c. Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973).
d. Supervisi harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
e. Program supervisi harus integral. . Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan (Alfonso, dkk., 1981).
f. Supervisi harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek, karena hakikatnya suatu aspek pasti terkait dengan aspek lainnya.
g. Supervisi harus konstruktif. Supervisi bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan kepala Sekolah/ guru.
h. Supervisi harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi harus obyektif. Obyektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi itu harus disusun berdasarkan persoalan dan kebutuhan nyata yang dihadapi Sekolah.
2). Metode dan Teknik Supervisi Manajerial
Berikut ini akan diuraikan tentang beberapa metode supervisi manajerial, yaitu: monitoring dan evaluasi, refleksi dan FGD, metode Delphi, dan Workshop.
a. Monitoring dan Evaluasi
Metode utama yang harus dilakukan oleh pengawas Sekolah dalam supervisi manajerial adalah monitoring dan evaluasi.
1). Monitoring
Monitoring adalah suatu kegiatan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan Sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program, dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program (Rochiat, 2008: 115). Monitoring lebih berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat klinis. Melalui monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi Sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspek-aspek yang dicermati dalam monitoring adalah hal-hal yang dikembangan dan dijalankan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Dalam melakukan monitoring ini tentunya pengawas harus melengkapi diri dengan parangkat atau daftar isian yang memuat seluruh indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.
2). Evaluasi
Kegiatan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana kesuksesan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau sejauhmana keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu. Tujuan evaluasi utamanya adalah untuk
(a) mengetahui tingkat keterlaksanaan program,
(b) mengetahui keberhasilan program,
(c) mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan
(d) memberikan penilaian (judgement) terhadap Sekolah.
B. Diskusi Kelompok Terfokus (Focused Group Discussion)
Hasil monitoring yang dilakukan pengawas hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak Sekolah, terutama kepala Sekolah, komite Sekolah dan guru. Secara bersama-sama pihak Sekolah dapat melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka rasakan. Forum untuk ini dapat berbentuk Focused Group Discussion (FGD), yang melibatkan unsur-unsur stakeholder Sekolah. Diskusi kelompok terfokus ini dapat dilakukan dalam beberapa putaran sesuai dengan kebutuhan. Tujuan FGD adalah untuk menyatukan sudut pandang stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memberikan masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
Agar FGD dapat berjalan efektif, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Sebelum FGD dilaksanakan, semua peserta sudah mengetahui maksud diskusi serta permasalahan yang akan dibahas.
2) Peserta FGD hendaknya mewakili berbagai unsur, sehingga diperoleh pibu/bapangan yang berragam dan komprehensif.
3) Pimpinan FGD hendaknya akomodatif dan berusaha menggali pikiran/ibu/bapak peserta dari sudut pandang masing-masing unsur.
4) Notulen hendaknya benar-benar teliti dalam mendokumentasikan usulan atau sudut pandang semua pihak.
5) Pimpinan FGD hendaknya mampu mengontrol waktu secara efektif, dan mengarahkan pembicaraan agar tetap fokus pada permasalahan.
6) Apabila dalam satu pertemuan belum diperoleh kesimpulan atau kesepakatan, maka dapat dilanjutkan pada putaran berikutnya. Untuk ini diperlukan catatan mengenai hal-hal yang telah dan belum disepakati.
C. Metode Delphi
Metode Delphi dapat digunakan oleh pengawas dalam membantu pihak Sekolah merumuskan visi, misi dan tujuannya. Sesuai dengan konsep MBS. Dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebuah sekolah harus memiliki rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari kondisi sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pibu/bapangan seluruh stakeholder.
Metode Delphi dapat disampaikan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak. Langkah-langkahnya menurut Gordon (1976: 26-27) adalah sebagai:
1). Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan Sekolah;
2). Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
3). Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama.
4). Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya.
5). Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya.
d. Workshop
Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala Sekolah, wakil kepala Sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. Penyelenggaraan workshop ini tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Kelompok Kerja Pengawas Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.
Agar pelaksanaan workshop berjalan efektif, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menentukan materi atau substansi yang akan dibahas dalam workshop.Materi workshop biasanya terkait dengan sesuatu yang bersifat praktis, walaupun tidak terlepas dari kajian teori yang diperlukan sebagai acuannya.
b. Menentukan peserta. Peserta workshop hendaknya mereka yang terkait dengan materi yang dibahas.
c. Menentukan penyaji yang membawakan kertas kerja. Kriteria penyaji workshop antara lain:
1) Seorang praktisi yang benar-benar melakukan hal yang dibahas.
2) Memiliki pemahaman dan ibu/bapak teori yang memadai.
3) Memiliki kemampuan menulis kertas kerja, disertai contoh-contoh praktisnya.
4) Memiliki kemampuan presentasi yang baik.
5) Memiliki kemampuan buat memfasilitasi/membimbing peserta.
d. Mengalokasikan waktu yang cukup.
e. Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang memadai.
Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat menerapkan teknik supervisi individual dan kelompok. Teknik supervisi individual di sini adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada kepala Sekolah atau personil lainnya yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan. Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala sekolah yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
Referensi:
Alfonso, RJ., Firth, G.R., & Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, A Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Danim, Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982. Alat Penilaian Kemampuan Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.
—————-. 1982. Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Pengajar.
————–. 1996. Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi, Jakarta: Depdikbud
————– .1996. Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah & Angka Kreditnya
Jakarta: Depdikbud.
————–.1997. Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar
————–. 1997. Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah: Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, TK dan SLB
————–.1998. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah & Angka Kreditnya, Jakarta: Depdikbud.
—————. 2003. Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Glickman, C.D 1995. Supervision of Instruction. Boston: Allyn And Bacon Inc.
Gwynn, J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead & Company.
McPherson, R.B., Crowson, R.L., & Pitner, N.J. 1986. Managing Uncertainty: Administrative Theory and Practice in Education. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Pub. Co.
Oliva, Peter F. 1984. Supervision For Today’s School. New York: Longman.
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Sergiovanni, T.J. 1982. Editor. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
Sergiovanni, T.J. 1987. The Principalship, A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon.
Sergiovanni, T.J. dan R.J. Starrat. 1979. Supervision: Human Perspective. New York: McGraw-Hill Book Company.